Sejarah Bunga Bangkai, Tanaman Epidemik Sumatera Asli Indonesia – Bunga bangkai adalah satu diantara kekayaan hayati yang dipunyai Indonesia dan flora epidemik Sumatera. Bagaimana sejarah bunga bangkai dan penemu tanaman asli Indonesia ini?
Bunga bangkai ialah flora epidemik Sumatera yang sering dipersamakan padma raksasa, Raflesia arnoldi. Kenyataannya, ke-2 flora yang tumbuh di rimba tropis ini adalah dua spesies yang berlainan.
Argumen bunga bangkai dipersamakan bunga Raflesia arnoldi, karena ke-2 bunga itu sama keluarkan berbau busuk dan mempunyai ukurannya yang besar.
Bunga bangkai mempunyai nama latin Amorphophallus titanium, juga dikenal sebagai titan arum, berbau yang busuk dan akan mati saat mengembang.
Asal bunga bangkai ialah di rimba hujan Sumatera Barat, Indonesia. Walau tumbuh di cuaca tropis dan tumbuh di komunitas aslinya di teritori rimba Sumatera, tetapi, daya magnet bunga ini membuat beberapa periset coba tumbuhkan di luar komunitasnya.
Lalu, bagaimana sejarah bunga bangkai diketemukan dan siapakah penemu tanaman asli Indonesia ini?
Tanaman asli Indonesia ini terancam tercatat sebagai spesies hampir musnah dalam Daftar Merah Tanaman Terancam Musnah di International Union for Conservations of Nature (IUCN).
Baca Juga : 5 Langkah Menjaga Bunga Sedap Malam Supaya Tumbuh Cantik
Sejarah penemuan bunga bangkai
Diambil dari Rimba Kita, Amorphophallus titanium atau bunga bangkai ialah tanaman memiliki ukuran raksasa yang berasal atau tumbuh di rimba hujan Pulau Sumatera.
Penemu bunga bangkai, flora sangat jarang epidemik Sumatera ini ialah Dr. Odoardo Beccar, seorang periset asal Italia di tahun 1878. Bunga bangkai ini diketemukan disekitaran air terjun Lembah Anai, Sumatera Barat.
Hasil penemuan bunga epidemik Sumatera yang unik ini juga mengundang perhatian beberapa periset, bukan hanya di Indonesia, tapi juga dari beragam negara di dunia.
Kekhasan bunga bangkai epidemik Pulau Sumatera itu juga ditelaah di rumah kaca. Untuk beberapa periset, bunga bangkai Indonesia ini mempunyai kekhasan dari bentuk, ukuran dan wewangian bunga yang memikat buat ditelaah.
Beragam usaha sudah dilaksanakan untuk coba tumbuhkan bunga bangkai ini di luar komunitasnya, rimba hujan Sumatera. Satu diantaranya, dilaksanakan beberapa periset di Pusat Pelestarian Kebun Raya Bogor, Instansi Pengetahuan Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Seperti dikutip dari Live Science, bunga bangkai yang pertama kalinya mengembang di luar Sumatera ialah di Kew Gardens, Inggris di tahun 1889. Menurut Royal Botanic Garden Edinburgh, semenjak diketemukan Beccari, tumbuhan bau busuk ini sudah membuat beberapa pakar ingin tahu.
Perjalanan sejarah bunga bangkai dan usaha pelestarian tanaman unik ini selalu dilaksanakan, ingat tanaman epidemik Sumatera, Indonesia ini adalah satu diantara spesies hampir musnah dalam perincian merah IUCN.
Apa Pemicu Di Kembali Pengurangan Populasi Bunga Bangkai?
Bunga bangkai adalah tumbuhan epidemik dari Sumatera, Indonesia. Spesies ini dikelompokkan sebagai tumbuhan epidemik di teritori rimba di Pulau Sumatera (Arianto, 2018).
Diprediksi populasi bunga bangkai yang masih ada di alam liar sekarang ini tinggal 1.000 pribadi. Bunga itu tercatat sebagai spesies yang hampir musnah di Daftar Merah Tanaman Terancam Musnah International Union for Conservation of Nature (IUCN).
Sejumlah pemicunya dimulai dari penggundulan rimba, pengurangan populasi burung rangkong, sampai dogma mengenai bunga bangkai.
1. Penggundulan Rimba
Di luar kontributor rimba sebagai infrastruktur perlindungan alami dari musibah alam, seperti tanah longsor, banjir, sampai pemanasan global. Rimba menjadi teritori tempat bertumbuhnya keberagaman hayati, satu diantaranya bunga bangkai.
Sayang, sekarang ini kerusakan rimba yang terjadi sudah capai tingkat yang beresiko. Akhirnya, keberagaman hayati rimba ada pada dampak negatif yang serius.
Bunga bangkai sekarang hampir musnah kehadirannya, khususnya di komunitas aslinya yaitu rimba Sumatera. Pemicunya karena penggundulan rimba atau deforestasi, yang membuat tumbuhan epidemik itu makin sedikit di alam liar.
Kepala Pusat Riset Biologi Instansi Pengetahuan Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dedy Darnaedi, yang diambil dari lipi.go.id (12/10/2007) mengatakan, jika teror itu khususnya karena, kegiatan manusia yang lakukan penebangan liar, eksplorasi sumberdaya alam besar. Jika, dibiarkan terus, dicemaskan populasi binatang dan tumbuhan sangat jarang Sumatera itu lenyap.
2. Pengurangan Populasi Burung Rangkong
Menyusutnya populasi burung rangkong ikut mempengaruhi kehadiran bunga bangkai. Benarkah begitu?
“Distribusi biji bunga bangkai, sejauh ini berdasar riset cuma dilaksanakan oleh burung rangkong.” Tutur Periset Pusat Pelestarian Tumbuhan Kebun Raya LIPI Yuzammi, diambil dari Pikiran-rakyat.com (14/01/2019).
Buah warna merah ceria atau oranye tua, yang menggerombol pada bunga bangkai menjadi satu diantara makanan dari burung rangkong. Buah itu berwujud lonjong cukup membulat, dengan ujung yang meruncing.
Di alam liar, burung rangkong menolong penebaran bunga bangkai dengan makan buahnya lantas mengeluarkannya lewat kotoran hingga tumbuhkan tumbuhan baru.
Oleh karenanya, burung rangkong kerap dipanggil sebagai petani rimba yang kuat karena kekuatannya dalam menebarkan benih tumbuhan rimba. Sayang, burung itu banyak dicari hingga berpengaruh juga pada penebaran biji buah bangkai.
3. Dogma Bunga Bangkai
Ketidakjelasan warga jika bunga bangkai adalah tumbuhan epidemik Indonesia, menjadi satu diantara pemicu pengurangan bunga itu. Dogma atau keyakinan warga, jika Amorphophallus titanum adalah tumbuhan pemakan manusia perlu selekasnya dilempengkan.
Beberapa orang menduga bunga ini akan makan manusia karena ukuran yang besar dan memiliki bentuk yang menakutkan. Disamping itu, batang daunnya yang mempunyai corak seperti ular membuat warga menduga tumbuhan pemanggil ular.
Prihatinnya kembali, ada juga yang yang memercayai jika dalam bunga bangkai terdapat batu mustika ratu. Hingga, warga yang termakan dogma, sering menghancurkan bunga itu.
“Tersebut penyebabnya bila temukan bunga bangkai ini, kadangkala masyarakat mencincangnya sampai habis,” Tutur Yuzammi, periset di Pusat Pelestarian Tumbuhan (PKT) Kebun Raya-LIPI, yang diambil dari nationalgeographic.grid.id (9/1/2020).
Leave a Reply